Warga Kampung WR

Selasa, 02 Agustus 2011

CERPEN AWARD JULI-AGUSTUS: SISINGAAN




Cerpen Petra Shandi

Dari kejauhan sayup-sayup terdengar alunan irama Ketuk Tilu [1]mengiringi para Penari kesenian tradisional Sisingaan[2]. Meski peluh membasahi wajah, Cecep masih bisa bersemangat tersenyum sambil memainkan odong-odong berbentuk boneka singa itu.  Arak-arakan melelahkan hampir satu km tidak dirasakannya lagi saat melihat antusias warga yang turun ke jalan hanya untuk melihat aksiSisingaan dari Grup kesenian Bunihayu . Diantara penonton itu nampak Sri yang menyaksikan penuh takjub melihat kelincahan Cecep beratraksi  memainkan Sisingaan-nya.   Pemuda itu  tahu Sri pasti sedang memperhatikan dirinya saat ini.  Mungkin itu salah satu penyebab kenapa permainannya begitu bagus.

“Capek Kang?” Sri menyodorkan segelas besar air teh padanya.
“Ah, Akang[3] mah sudah biasa Neng, gak terasa capeknya” Cecep tersenyum seraya menerima gelas yang disodorkan Sri.


Perempuan itu hanya tersenyum manis pada kekasih hatinya itu.” Sri seneng akang masih mau mainSisingaan, walaupun temen-temen Akang di sekolah sering mengolok-olok.”

Cecep terdiam mendengar pernyataan Sri.   Jauh didalam hatinya dia sangat risau.  Risau antara cita-citanya untuk menjadi dokter atau menjadi penerus pimpinan grup kesenian yang sudah berjalan selama tiga generasi.  Aku ingin menjadi dokter, bukan hanya bisa memainkan boneka itu sepanjang hidupku, batinnya.

Kang ?  Diajak ngobrol malah ngelamun.”
Cecep tersadar dan memberikan senyuman ke kekasihnya itu.”Kamu rela liat Akang cuma bisa jadi penari Sisingaan seumur hidup?”

“Ya nggak gitu dong, gak tiap hari kan Akang nari? Lagian bakat Akang emang disini kan? Buktinya udah berapa coba piala yang didapet waktu ikut lomba kesenian daerah?”
Cecep menatap Sri dalam-dalam.  Tapi ini bukan keinginanku Sri.

                                                                                     ***

“Cep, ini honor kamu nari di hajatan pak Hanafi ” Abah-nya memberikan sebuah amplop berisi sejumlah uang.

Cecep  menerima amplop tersebut lalu memeriksa isi didalamnya” Banyak sekali Bah, ” katanya senang bercampur heran.

“Yah, syukurlah grup kita disewa sama orang kaya seperti pak Hanafi jadi bayarannya bisa lebih tinggi, lagian Pak Hanafi puas sekali sama pertunjukan kita.”

Cecep mengangguk.Dia senang akhirnya bisa menambah tabungannya untuk biaya kuliah nanti di Fakultas kedokteran.

“Tapi kamu jangan senang dulu, tiga bulan lagi Festival Sisingaan Tahunan.  Abah gak mau tahu, kamu harus bisa pertahankan piala kejuaraan ini.”

Pemuda itu terdiam, tiga bulan lagi aku ujian.   Aku harus lulus ujian biar bisa dapat beasiswa kuliah di Fakultas kedokteran .” Bah, sebentar lagi Cecep Ujian Nasional, kali ini Cecep harus lulus supaya bisa dapat beasiswa itu.”

“Apa? Masih berkhayal pingin jadi dokter? Abah kan sudah bilang, dunia kamu disini,menari ,bukan jadi orang pinter kayak mereka.”

Bah! Kasih Cecep pilihan, kan ada si Lukman , dia bisa jadi penerus Abah.  Cecep sungguh-sungguh sama cita-cita ini.”

“Adikmu masih kecil, Abah butuhnya kamu saat ini.  Mungkin beberapa tahun lagi Abah pensiun, gak bisa apa-apa lagi.”

Cecep terdiam, ingin rasanya dia berontak.  Tapi takut Abahnya marah besar.Dia hanya bisa menundukan kepala mencoba bertahan.

“Dengerin Abah Cep, kita ini hidup di lingkungan seni.   Sejak tiga puluh tahun lalu keluarga kita dikenal sebagai grup kesenian Sisingaaan yang paling dihormati.  Pahami itu, dan kamu sebagai anak pertamaAbah harus bisa mempertahankannya.   Kita hidup makmur seperti sekarang ini karena apa? bisa bantu orang-orang cari kerja karena apa? Perjuangan ini bukan buat Abah pribadi , tapi buat mereka dan keluarga kita.”

Abah tidak adil! Kenapa tugas ini dibebankan padaku?masih ada Mang  Darwis yang bisa gantikan Abah. Kenapa aku yang masih muda dan haus pendidikan?

Perbincangan Bapak dan Anak itu seperti tidak menemui jalan akhir.   Cecep hanya bisa duduk terdiam, sementara Abah meninggalkannya dan berbincang dengan anak asuh grup keseniannya.   Dengan langkah lunglai pemuda itu menuju kamarnya.

Kamarnya lumayan besar. Piala berpuluh-puluh menghiasi lemarinya hasil jerih payah sejak SD hingga sekarang.   Ya, Sisingaan telah membuat keluarganya makmur.  Cecep sendiri mendapat perhatian khusus disekolahnya karena prestasinya itu.   Tapi semua itu tidak membuatnya puas.  Minatnya bukan disini.  Dia ingin menjadi dokter, walaupun banyak diantara mereka menilai dirinya berbakat menjadi penari tradisional.

Lelaki itu merebahkan badannya ke ranjang,  Lelah sekali hari ini.  Bukan karena pertunjukan tadi siang, tapi karena percakapan barusan yang membuatnya berfikir sangat keras.

                                                                              ***

“Cep, kamu udah mengajukan beasiswa buat kuliah nggak?”
“Belum . ” Pikirannya masih kalut soal Festival Sisingaan Tahunan itu. Apalagi syarat pengajuan beasiswa itu dia harus mendapat tandatangan orangtuanya.
“Batas pengajuannya dipercepat loh.”
“Hah? Sampai kapan? “
“Lusa.”

Cecep tercengang.  Ya Tuhan aku belum menyiapkan apa-apa.   Pemuda itu bergegas menuju ruang guru dan menemui pak Ridwan ,wali kelasnya. “Pak, saya minta  formulir pengajuan beasiswa itu.”

Surat pengajuan itu kini ada ditangannnya, semua telah diisi lengkap kecuali tanda tangan ayahnya.   Cecep masih diam terpaku meyakinkan diri bahwa yang dia lakukan itu adalah benar.   Dengan tangan gemetar lelaki itu membubuhkan tanda tangan palsu ayahnya disana. Maafkan Cecep Abah.

 Sejak  hari itu Cecep mulai mengikuti kegiatan insentif kelas tambahan demi mendapatkan nilai yang bagus untuk kelulusan Ujian Akhir Nasional-nya. Dia berharap nilainya mencukupi untuk diterima di Fakultas Kedokteran universitas ternama di Bandung.  Aku harus bisa, tekadnya.
Ditengah kesibukannya Cecep harus juga memenuhi ambisi ayahnya demi menjuarai Festival Sisingaan Tahunan.  Ya, Cecep harus menyanggupinya.  Dia ingin ayahnya senang dan berharap mau mendengarkan cita-citanya kelak.

                                                                        ***

“Apa? jadwal perlombaannya tiga hari menjelang Ujian Nasional?” Cecep terkejut mendengar pernyataan ayahnya.“Ini gak bisa Bah, Cecep gak sanggup.  Saat itu Cecep harus focus ke ujian, gak bisa terbagi dua seperti ini.”
“Ah, kamu ini ,ujian  ya isi aja semampumu.  Toh gak pengaruh ke masa depan.”
“Kok Abah bilang kayak gitu?”

“Loh iya kan? Toh akhirnya kamu bakal jadi penari dan gantiin Abah jadi pemimpin grup kesenian kita.”
Telinga Cecep semakin panas.” Cukup Bah, Cecep udah panas dengar ucapan Abah yang itu-itu terus! Cecep mohon Bah, Cecep teh pingin jadi dokter.  Gak mau jadi penari Sisingaan!”

“ Maneh teh! Diomongan ngalawan[4]! “ teriakan Abah menggelegar seisi rumah.” Yeuh saha deui nu ngagantian Abah?Maneh kudu tanggung jawab ka keluarga! Ka Aki jeung Buyut[5]. Susah payah mereka bangun grup kesenian kita seperti ini.  Mau dihancurkan oleh anak pembangkang seperti kamu!Cing atuh Maneh teh Sadar!”[6]

Cecep mendekati ayahnya. ”Cecep yakin BahAki sama Buyut bangga kalau Cecep berhasil jadi dokter, masalah penerus grup kesenian keluarga kita kan aya Mang Darwis.  Mang Darwis bukan siapa-siapa Bah, dia tuh Adik Abah.”

Plaak! “Tamparan sangat keras melayang ke pipi Cecep hingga pemuda itu terjatuh.
“Minggat kalo kamu masih berani bantah Abah!” teriaknya dengan wajah merah dan mata melotot.
“Abah jangan gitu” Istrinya yang sejak tadi ketakutan akhirnya ikut campur.
Bae.. urang teu butuh budak siga kitu[7]!” masih dengan amarahnya.

Cecep akhirnya bangkit dari lantai , sambil memegang pipinya yg sakit dia melangkah menuju kamar mengambil beberapa helai pakaian.  Abah memintanya pergi, maka tidak ada jalan lagi selain angkat kaki dari rumah ini.

“Cep, jangan dengarkan , Abah cuma sedang marah,” ujar ibunya.
“ Gak, Mak, Cecep lebih baik pergi, Abah gak menginginkan Cecep disini lagi.”

Tidak lama kemudian  terdengar suara rintihan yang bersumber dari ruang keluarga.
“Aaahh…!”

AbahAbah kunaon Mak?” tanyanya.  Segera lelaki itu menghampiri ruang tengah dan mendapati beliau terkulai di lantai dengan tangan memegang dada merintih menahan sakit.”Abah!” teriak Cecep.

“Kenapa ini Abah??” Air mata membanjiri wajah ibunya.

Mak, panggil Ambulan!” tegas Cecep pada ibunya.

                                                                         ***

Abah sakit jantung? Sejak kapan?” tanya Cecep pada Mang Darwis pamannya. 
Emang[8] juga gak tahu, Cuma tadi kata dokter Abahmu terkena serangan jantung.”

Abah ,maafkan Cecep.  Ini semua salah Cecep melawan Abah. Sekarang Cecep harus gimana Bah?

“Cep, coba kamu temui Abahmu, lihat kondisinya, siapa tahu butuh bantuanmu”
Lelaki itu mengangguk saat mendengar nasehat sang paman lalu bergegas menuju ruang ICU.
Ruangan ini sunyi, saking sunyinya bunyi mesin itu terdengar begitu menakutkan di telinga Cecep.  Nampak Abahnya terkulai tak berdaya dengan lilitan selang di hidung dan beberapa kabel yang menempel didada beliau.   Seketika Lelaki itu menangis, tangisannya pilu penuh penyesalan.”Abah, maafin Cecep.   Cecep gak tau bakal  seperti ini.” katanya bercampur tangisan.  “Sekarang Abah mau apa? Cecep akan berusaha kabulkan itu? Abah mau grup kita menang lagi di Festival? Cecep janji Bah, kita akan menang lagi tahun ini,” katanya.” Tapi demi Allah, Abah harus bangun! Cecep takut Bah…” Lelaki itu terus mencium jemari sang Abah.

Cecep berjalan di sepanjang koridor rumah sakit memikirkan ayahnya, memikirkan masa depannya dan memikirkan Festival Sisingaan  Tahunan itu.Tuhan apa aku harus menyerah demi kepulihan Abah? Bagaimana dengan cita-citaku ini?  Dan air matapun mengalir lagi.

                                                                         ***
Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu tanpa terasa.  Cecep cukup digembleng dengan berbagai pelatihan ujian di sekolah dan latihan-latihan keseniannya di grup kesenian.  Fokus utama saat ini terletak di Festival Sisingaan  Tahunan itu meskipun dia tetap berharap bisa lulus dan mendapatkan beasiswa.

“Kamu jangan khawatir, teruslah berusaha dan dapatkan beasiswa itu,” ujar Darwis pamannya.   Semoga nanti Abahmu bisa menyadari kalau anaknya memang ingin mengambil jalur lain buat hidupnya.

“Makasih Mang,” ucap Cecep lesu.”Tapi tetep, Cecep lebih fokus ke Festival itu.  Cecep Cuma pinginAbah sembuh” tegasnya
Pamannya itu hanya tersenyum melihat keponakannya .

Demi keberhasilan lomba itu waktu latihan grup seni mereka diperpanjang.  Setiap sore mereka mulai berlatih semua gerakan mulai dari igeul ngayun glempang, kuda-kuda, mincid, padungdung, gugulingandan gerakan lainnya.  Naluri seni Cecep memang luar biasa, dia bisa membuat gerakan modifikasi yang benar-benar baru.   Membuat anggota grup tercengang sekaligus berdecak kagum.  “Aku yakin kita bisa Kang,Grup Seni Bunihayu pasti berjaya lagi tahun ini,” janjinya.   Kalimatnya disambut dengan tepukan riuh anggota grup.

Dari kejauhan Ibunya memperhatikan anak pertamanya itu.” Cep, sing semangat ya? Buat Abah . Emak juga doain semoga cita-cita kamu jadi dokter bisa terlaksana,” katanya dengan pandangan berkaca-kaca.

Hari yang dinanti telah di depan mata.   Saatnya pertunjukan Festival Sisingaan Tahunan diselenggarakan. Cecep dan timnya telah siap di arena dengan kostum dan dandanan khas penariSisingaan.   Sebelum berangkat cecep menemui sang Ayah di rumah sakit.   Ayahnya sudah membaik, mereka sudah bisa berbincang-bincang sekarang.” Cep, maafin Abah dengan semua beban yang harus kamu pikul,” ucap Abahnya Lirih.
“ Gak apa-apa kok Abah, Semuanya sudah Cecep siapkan.  Doakan aja semoga kami menang ya Bah?
Ayahnya hanya tersenyum. ”Oh iya soal keinginan kamu kuliah..”
“Huss..” Cecep menutup bibir Abahnya.” Cecep gak mau bahas itu dulu Bah, takut Cecep gak konsentrasi.  Masalah itu nanti kita bahas saat Abah ada di rumah.”

Pertunjukan pun dimulai, grup seni mereka dipanggil untuk memulai atraksinya. Semua tim telah siap ,para penari utama telah memegang tandu,  [9]Tatalu pun mulai dimainkan.  Tidak lama kemudian juru [10]kawih mulai mendendangkan kidung pembuka dengan irama yang enerjik, dan mulailah sajian utama berupa Atraksi permainan Sisingaan digerakkan.   Cecep yang menjadi penari paling depan tersenyum penuh percaya diri dengan gerakan-gerakan lincah dan bertenaga.   Diangkatnya odong-odong boneka Singa itu seolah-olah benda ringan dan melakukan berbagai gerakan utama dan modifikasi.

Gemuruh sorak-sorai menggema seisi arena, Mereka puas dengan pertunjukan dari Grup Bunihayu. Tuhan, biarkan kami menang hingga Abah bisa sehat seperti sedia kala, doa Cecep disela-sela gerakan tariannya.

Pertunjukan berdurasi tiga puluh menit itu berakhir.  Anggota grup sangat puas karena tidak ada kesalahan gerakan saat pementasan barusan.  “Mudah-mudahan kita menang ya Kang?” ujar Cecep ditengah nafasnya yang masih setengah-setengah.

Detik demi detik waktu berlalu begitu lama.   Anggota Grup Bunihayu semakin dibuat gila menunggu hasil pengumumannya.  Berkali-kali Cecep menatap jam tangannya. Satu jam lagi pengumumannya keluar.   Cecep sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah menunggu.
“Dan Juara pertama diraih oleh Grup Bunihayu!!” ujar sang pembawa acara. 

Cecep yang tegang sejak tadi akhirnya terduduk lemah, Ya Allah, terima kasih.   Abah, ini hadiah dari kami supaya Abah bisa cepet sembuh , Cecep menangis.

                                                                           ***

Perjuangan belum berakhir, kini Cecep harus berhadapan dengan Ujian Nasionalnya.   Dengan waktu yang mepet Cecep tetap berusaha mengejar ketertinggalannya saat persiapan Festival Sisingaan Tahunan itu.  Aku harus bisa, tegasnya dalam hati.

Ujianpun dilewati dengan penuh perjuangan.  Tepat sehari Ujian Nasional berakhir Cecep Tergeletak sakit.  Badannya sudah tidak tahan lagi menampung semua beban fisik karena kelelahan .   Hari demi hari Cecep menunggu keputusan kelulusan itu di ranjang rumah sakit.

Hari itupun datang, dan Cecep lulus Ujian Nasional dengan nilai yang  baik.  Namun nilainya tidak cukup untuk mendapatkan beasiswa kuliah itu.  Benar, cita-citanya kandas untuk menjadi seorang dokter.

Cecep menangis sejadi-jadinya di kamar itu.  Pikirannya kacau dan tidak menentu.  Tanpa disadariAbahnya memperhatikan di balik pintu.   Rasa bersalah menyelimuti sang Ayah.   Maafkan Abah ,Cep.

Beberapa hari telah berlalu  Cecep sudah bisa menerima nasibnya.  Entahlah apa yang akan dilakukannya setelah lulus kali ini.  Semuanya biar Abahnya yang putuskan.  Aku tidak mau membuat Abah sakit, Aku rela korbankan cita-cita ini.

Sebuah kiriman paket Pos diterima Cecep.  “Dari siapa ini?”Pada blangko tertera Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.  Dibaca dengan seksama isi surat itu.  Beberapa saat kemudian air matanya keluar perlahan” Alhamdulillah ya Allah.”

Cecep mendapat Beasiswa Kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.   Itu hasil rujukan kepala sekolahnya ke  pemerintah atas prestasinya dibidang seni sebagai penari tradisional. 

                                                                             ***

Acara penyambutan Gubernur Jawa Barat tampak begitu meriah. Semua tamu penting dan pejabat lainnya berkumpul disini dalam rangka Pekan Budaya Jawa Barat. Saat atraksi kesenian tradisionalSisingaan berlangsung sang Gubernur terkesan dengan aksi para mahasiswa yang ternyata bisa memainkan kesenian itu dengan lihai.  Nampak diantara penari itu Cecep Hermawan mahasiswa Fakultas kedokteran penggagas Kesenian Sisingaan di kampusnya.

                                                                   TAMAT

                                                                                                                           Subang,10 Juli 2011

-----------------------------------------------------------
[1] Jenis music tradisional sunda

[2] Kesenian khas Subang  berupa seni memainkan Tandu berisi boneka Singa  berpenunggang anak kecil

[3] Panggilan untuk kakak lelaki

[4] Kamu itu, dibilangin malah melawan.

[5] Siapa yang bisa gantiin posisi Abah? Kamu harus tanggung jawab sama keluarga, pada kakek dan buyut.

[6] Cobalah kamu sadari.

[7] Biar, saya tidak butuh anak seperti itu.

[8] Paman

[9] Tetabuhan


[10] Sinden

Tidak ada komentar: